Sandal Yang Hilang

         
Playstation 1, https://jsicktheslick.files.wordpress.com/2011/09/ps1.png


Sewaktu masa Sekolah SMP dulu, aku pulang pergi diantar oleh mobil jemputan yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Namun tidak pada hari ini, karena ada kegitan Rohis (Rohani Islam) setelah pulang sekolah. Setelah kegiatan Rohis selesai, pulang dari sekolah naik ojek sampai depan jalan besar. Kemudian seharusnya dilanjut naik angkot atau bus dalam kota. Namun pada saat itu, tidak demikian. Aku hanya naik ojek dari sekolah sampai jalan besar, sementara sisanya berjalan kaki! Yah, maklum sisa uangku tinggal Rp. 1500 perak. Sebenarnya cukup sih buat naik bus, namun ada sesuatu hal lain yang lebih penting untuk sekedar naik bus.

Lelah sekali ketika tiba  sampai di rumah. Menempuh sisa perjalanan pulang sekolah dengan berjalan kaki, ditambah asap hitam lalu lalang kendaraan yang menusuk hidung. Bagaimana tidak? jarak yang kujejaki hampir 5km! Demikian pertaruhan rasa lelahku demi sesuatu hal yang dulu sangat penting bagiku.

Lantas, aku langsung mengajak temanku untuk bermain PS (Playstation) setelah ganti pakaian, tanpa kupedulikan Ibu yang menyuruhku makan terlebih dahulu, dan pamit untuk pergi main ke rumah teman. Beruntung setelah sampai di tempat tujuan tidak terlihat begitu ramai, sehingga bisa langsung main. Sebelumnya kalau sepulang ataupun liburan sekolah aku dan temanku juga tak jarang pergi ke rental PS ini. tetapi untuk hari setelah ini akan lain ceritanya.
TV tabung ukuran 14' inch telah dinyalakan dan juga kotak ajaib yang bisa memutar piringan serta kabel yang dihubungkan dengan pengendalinya siap untuk di mainkan. Lama kami bermain tergantung uang patungan dan yang kedua, apabila waktunya memungkinkan. Dua jam kami bermain tertawa, kesal dan tak jarang mengeluarkan suara-suara bernada seperti membentak saking fanatisme dan menikmati serta hanyut terbawa suasana. 

Tiba-tiba layar TV pun menjadi gelap, itu tanda kami di usir secara halus untuk segera pulang. Dengan segera kami mengeluarkan receh-receh sisa uang jajan kami. Segera diserahkan pada pemilik rental. 

Ketika hendak keluar, kuamati baik-baik sandal yang ku pakai. Letaknya kuingat betul disandarkan di dekat pagar bawah,  namun tidak ada. Coba cari juga sekitar tempat yang lain, barangkali ada orang yang iseng menyembunyikanya. Namun, hasilnya tetap nihil. Pikirku kalau tak memakai alas kaki akan malu. Kalau masalah jarak ku tak pedulikan, namun dalam perjalanan pulang melewati banyak rumah yang berdempet-dempet.  

Aduh, bagaimana yah ini? Pasti malu rasanya bila di di tegur tetangga bila ku tak memakai sandal. Andai kata tetangga ada di luar terasnya. Kalau 1-2 kali aku tak pedulikan untuk langsung pulang tanpa sandal. Tetapi ini harus melewati berkali-kali. Tak jarang pula para tetangga sudah berkali-kali melihatku mondar-mandir meskipun mereka tak tahu tempat yang ku kunjungi, namun tetap saja akan menimbulkan rasa curiga. 
         
Dalam situasi panik ini, ideku tiba-tiba muncul. Lantas, segera kukatakan pada temanku untuk menunggu di rental ini terlebih dahulu, sementara aku pulang untuk mengambil sandal dengan menggunakan alas kaki temanku. Setelah pulang, ternyata masih ada saja hal-hal yang nanti ku pikir akan memalukan. Membawa alas kakinya ke rental. Soalnya sandal yang tersisa di rumahku hanya tinggal sandal milik ayahku. Ukuran yang besar untuk anak SMP. Tak lupa untuk cari plastik ke sana kemari, tetapi tak ada. Akhirnya kumasukan saja ke dalam baju, bagian bawah baju kumasukan ke bagian celana atas, Tetapi hanya baju bagian depan saja yang kumasukan hanya untuk menampung alas kaki. Ku kecilkan perut kebelakang agar orang melihatku tak tampak aneh sebab bagian perutku yang memebesar gara-gara selipkan sandal.

Setelah sampai, langsung segera keluarkan sandal dalam permukaan perutku, lalu bergegas pulang. Pemilik rental hanya bisa berbicara kata "mungkin" ada orang yang menyembunyikan,"kali" aja ada orang yang sengaja menukar alas kaki. Ya, pantas saja. Yang kupakai adalah sandal lebaran sebulan lalu. Modelnya seperti sandal gunung

Nasib sialku hari itu tak berakhir di rental itu saja, orang tuaku ternyata telah menyadari bahwa ada alas kaki yang hilang. Kemudian ditanyakannya pada anggota keluarga satu persatu. ibuku bilang pada ayah tidak memakai,adikku apa lagi yang baru kelas 3 SD, terlalu besar alas kaki itu bila dipakainya. akhirnya tinggal aku, apa boleh buat kukatakan saja. Awalnya aku  berbohong, tetapi mungkin orang tuaku tahu raut wajah yang benar-benar jujur atau tidak. Akhirnya ayah beserta ibuku mengeluarkan duet single sepanjang durasi 1 jam, dan aku adalah pendengar setianya.


Gara-gara kejadian itu aku jarang bermain lagi, dibatasi paling tidak seminggu sekali. tetapi itu tak membuatku jera dengan adanya kaset permainan baru di rental tersebut.



Depok, 2003

0 Response to "Sandal Yang Hilang"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel