Ambil alih jempol dari pinggir jalan

pixabay.com
Hamparan Lautan terlampau luas untuk diarungi dan terlalu dalam jika menyelam lebih jauh ke dasar. Pijakan daratan nan hijau terlalu lembut dan menyejukkan dalam kalbu. Percayalah, jika sebuah tongkat kayu yang sengaja maupun tak sengaja dijatuhkan,  akan menjadi hidup. Tak terhitung lagi berapa jumlah bekas jejak di negeri ini. Melewati daratan, perairan maupun udara. 

Perjalanan kami yang kedua di hari yang sama. Melepaskan hiruk-pikuk perkotaan yang membosankan. Bukan di saat akhir pekan, namun di awal pekan kami memulainya. Dan kemudian menyudahi di akhir pekan. Sehingga terbebas dari berbondong-bondong orang yang pergi melepaskan penat dan kebosanan yang sama dengan kami. 

Kami mencari tempat untuk memuaskan rasa penasaran kami. Seperti apa barisan pepohonan yang banyak dibicarakan. Bukankah untuk mencari barisan pepohonan itu adalah hutan? Pergi saja ke hutan terdekat, di sana kau pasti akan menemukannya. Memang hutan, namun bukan sembarang hutan. Bagaimana jikalau hutan terdekat menyeramkan? Semisalnya di dalamnya dihuni bermacam hewan buas, makhluk alam lain yang mungkin tak kasat mata. 

Tak ada jaminan untuk kembali jika asal masuk. Masuk ke dalam hutan yang liar itu bukan soal nyali, namun lebih kepada seberapa luaskah pengetahuan geografimu. Semisal penggunaan kompas, arah angin, tidak buta arah, terbiasa dengan alam bukan perkotaan. 

Angkutan kota dari tempat pertama yang kamu kunjungi  menuju tempat tersebut sangat jarang. Di buat menunggu adalah suatu hal yang menjengkelkan. Adalah membunuh waktu yang sangat membosankan pula. Tak mungkin juga kami berjalan kaki jauhnya di pinggir jalan yang berkelok-kelok naik-turun. 

Kami putuskan untuk mengangkat jempol kami di pinggir jalan. Demi mendahului senja kami harus secepatnya bergegas. Beberapa kendaraan yang melintas tak menghiraukan gerakan jempol kami, terlebih lagi mobil pribadi. Kami hanya mengharapkan kendaraan dengan muatan kosong di belakangnya melintas dan berhenti. Namun jarang sekali, tanpa adanya muatan. Terlebih lagi kami memang mengarah ke kota. Jadi lebih sering kendaraan dengan muatan penuh melintas. 

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Pickup mungil tanpa muatan melintas dan berhenti. Membiarkan kami sebagai isi muatannya. Satu dari kami di depan, menemani dan mengobrol santai dengan seorang Bapak baik hati. Sisanya meringkuk, duduk bersila di belakang. 

Lumayan jauhnya dan beruntungnya menuju tempat tujuan, rutenya memang kebetulan searah dengan pickup yang kami tumpangi dan pada akhirnya sampai. Kami melihat tempat tujuan dari luarnya saja sudah buru-buru ingin masuk ke dalam. Barisan pohon, tepatnya lebih banyak pohon pinus yang menjulang tinggi. Hasil kreasi murni dari alam dan sedikit campur tangan manusia, hanya untuk menjadikan akses tersebut mudah saja. 

Namun sayang, kami hanya bisa menikmati hanya sajian dari luar sekilas saja, tidak lebih dari itu. Tidak bisa menelusuri lebih dalam lagi. Karena alasan cuaca yang memang buruk, tempat itu sedang ditutup untuk sementara. Kekecewaan kami kompak, namun hanya beberapa saat. Kami bergegas karena hari sudah mulai gelap. Kami mencari penginapan untuk tujuan esok hari, penginapan yang terdekat dengan tujuan esok hari lebih tepatnya. 

Salah satu dari kami ingin mengangkat jempol dan menggerakkan dari pinggir jalan. Namun kemudian diurungkan. Karena tempat tersebut sudah tak asing dengan angkutan kota yang melintas.

0 Response to "Ambil alih jempol dari pinggir jalan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel