Petaka(n) (Bagian 1)

          Keraguan layaknya seperti butiran debu yang terbawa angin. Berada di kepala, kemudian mempengaruhi dalam hati. Debu itu seperti sebuah pilihan. Dari pilihan itu ada beberapa alasan. Butiran debu yang terbesar menumbuhkan bibit, kemudian dengan cepat berbuah keraguan.
Salwa yang sudah ragu dan terlanjur tak enak hati, kembali dari dapur membawa tiga cangkir teh.
       "Wah repot repot, si mancung." Kata Hani sembari menyambar teh buatan Salwa.
            "Aduh kamu, Han. Masih aja bilang mancung". Kata Salwa sambil melayangkan nampan ke jidat Hani.
           Ria dan Latifah hanya menggelengkan kepala, melihat tingkah dua sahabat mereka sejak 3 tahun terakhir. Di atas meja, bergetar ponsel Salwa. Awal letaknya di tengah meja, kini bergerak hingga ke tepi meja dan kemudian terjatuh. Suara bantingan memang tidak keras seperti barang pecah belah, namun cukup untuk membuat telinga empat sahabat yang berada di teras mendengar. Dalam rumah Salwa isinya masih minim perabotan, karena keluarga mereka baru pindah kemarin.Sisa barang barang rumah lama sebagian belum dipindahkan. Kemudian Salwa bergegas ke dalam dan mendapati ponselnya sudah tergeletak di lantai berserakan bersama chasing belakang dan juga battery yang lepas. Salwa merakit kembali ponselnya, dan berharap tidak terjadi kerusakan. Logo ponsel terlihat di layar kemudian masuk ke halaman utama.
          Dari layar pemberitahuan ada 11 panggilan tak terjawab dari Gani dan beberapa pesan chat dari Gani. Salwa hanya bisa menelan ludah, ragu untuk membuka pesan dari Gani. Terakhir siang tadi Salwa berbalas pesan dengan Gani, diakhiri balasan Salwa yang meminta berbagi lokasi jika Gani sudah sampai.
4 panggilan dilakukan beruntun sejak jam 3 sore bertepatan setengah jam sesudah sahabat sahabat Salwa datang. Disusul setengah jam kemudian 7 pangggilan beruntun. Pesan chat juga nampak, namun Salwa urung membaca.
          Salwa benar benar terjebak di dalam situasi yang sulit. 4 sahabat karibnya yang sudah tidak lama bertemu mana mungkin dia tinggalkan. Gani, seorang teman dekat Salwa yang hampir satu tahun dikenalnya. Selagi didapur  tadi, Salwa menimbang nimbang sambil terus mengaduk teh yang sebenarnya gulanya sudah larut, tapi Salwa terus mengaduk dengan pandangan mata yang tak berkedip. Pada akhirnya Salwa memutuskan tetap berada di rumah dan menghabiskan waktu dengan para sahabatnya. Namun masih dalam keraguan. Pikirannya membayangkan Gani yang kecewa. Janji adalah soal utang, harus lekas di bayar sesuai dengan waktu yang ditentukan. Namun hal Itu tak mudah bagi gadis berkacamata minus ini.
          Mendengarkan cerita para sahabatnya satu per satu menjadi obat penenang bagi hati Salwa yang mungkin masih penuh keraguan. Sebenarnya Salwa bisa saja membagi waktu dengan para sahabatnya dan menuju ke tempat yang sudah di janjikan oleh Gani. Namun, membagi waktu seperti itu rasanya terlalu singkat untuk dihabiskan olehnya dan para sahabat. Banyak cerita yang ingin disampaikan mereka dan juga oleh Salwa sendiri. Salwa membiarkan ponselnya terus bergetar di atas meja. Hingga ponsel yang terjatuh tadi, Salwa hanya melihat notifikasi dan meletakan kembali di atas meja. Kemudian Salwa kembali bergabung dengan para sahabatnya, mereka bersemangat membicarakan rencana liburan.
          "Pantai? Yah, kok aku gak diajak berunding sih?" Gumam Salwa cemberut melipat bibirnya.
           "Kamu ke mana aja mancung, di dalam lama banget. Ada tikus ya di dalam? Makanya pelihara kucing." Kata Hani sambil bergegas menutup mulutnya dengan tangan."
          "Oh iya, aku lupa si mancung kan takut sama kucing." Hani kemudian tertawa diikuti oleh Ria dan Latifah. Sementara Salwa masih cemberut.
          "Jadi gimana kamu Salwa?" Ria bertanya.
          "Setuju pasti. Salwa Itu dari dulu ikut kita aja. Iya kan Salwa?" Kata Latifah sambil menepuk pundak Salwa.
          "Iya, iya. Aku setuju. Asalkan kalian senang, aku ikut senang. Eh iya, nomor kalian masih yang lama kan?" Tanya Salwa
          "Iya." Jawab Ria dan Latifah.
          "Kalo aku udah gak pake nomor yang lama mancung, tapi akunku di aplikasi messanger ini tetep sama kok cuma ganti nomor aja." Jawab Hani.
           "Sini mana nomor kamu Han. Ganti ganti nomor terus, utang kamu di mana mana ya?" Kata Salwa sambil tertawa.
           "Si mancung kalo ngomong suka bener. Bukan,mancung. Aku tuh setiap setahun sekali enakan beli kartu baru. Cuma ingin Kouta internet yang murah. Ini catet aja nomor aku yang ini. Kalo ini gak bakal ganti ganti nomor." Jawab Hani sambil menyodorkan satu ponselnya lagi yang terlihat jadul.
           "Oke, oke. Jawab Salwa.
           Rencana liburan sudah mereka tentukan tempat dan waktunya. Kemudian Latifah memberitahukan perihal tentang masa depan. Bahwa Latifah sudah di lamar oleh lelaki keturunan jogja, teman dekat sewaktu kuliah. Acara lamaran akan dilakukan 1 minggu lagi.
          "Wah, selamat yah fah. Aku gak nyangka loh. Kamu kan kalo ditanya soal jodoh pasti langsung ubah topik." Tanya Ria yang heran.
          "Mantep kamu fah! Diam diam menghanyutkan!" Hani ikut menimpali.
          Sementara Salwa tak heran. Karena dia memang sudah tahu Latifah. Dia sebagaimana sama dengan perempuan lainya. Namun Latifah memang benar benar perempuan yang seharusnya. Bisa menjaga diri, menempatkan hal yang memang sepantasnya. Semuanya sudah ada yang mengatur, seperti halnya jodoh. Kita sebagai manusia hanya bisa merencanakan dan berdoa serta berusaha. Salwa sangat bangga dengan gadis berkerudung cokelat yang membawa kabar bahagia ini. Mereka ikut berbahagia. Hingga tak terasa lembayung senja sudah tenggelam di balik selimut awan malam. Langit malam ini berawan, tak membiarkan bintang melihat bumi. Ketiga sahabat Salwa berpamitan pulang. Seketika Salwa sendirian di rumah dengan sepi yang menyeruak dalam lamunan, setidaknya sampai satu jam kemudian. Ayah,Ibu dan Adiknya baru saja pulang.
          Astaga! Salwa kemudian bergegas mengambil ponsel. Belum membuka pesan chat dari Gani. Sudah sekitar 4 jam yang lalu Gani mengirim pesan. Pasti kalau ini adalah sebuah tanya yang harus segera dibalas. Pikir Salwa membayangkan sebuah kekecewaan dari Gani. Ini adalah janji pertamanya kepada Gani, dan Salwa mengabaikanya. Pesan chat ini akan diketahui jika penerima sudah membaca atau belum. Hal ini yang membuat Salwa baru membuka pesan dari Gani.
          "Semoga Gani tak marah padaku. Bagaimana kalau aku bilang ketiduran saja ya? Pasti Gani memaklumi." Gumam Salwa yang kemudian membuka pesan dari Gani.
          Pesan dari Gani itu nampaknya meleset perkiraan dari yang Salwa kira. Membuat Salwa tak berniat untuk berbohong pada Gani. Salwa membaca berurutan pesan dari Gani.
          "Ini Salwa aku kirim lokasinya, aku sudah sampai. Aku tunggu kamu ya."
          "Nanti kalau sudah dekat hubungi aku ya."
          "Salwa kamu di mana, sudah sampai belum."
          "Salwa, kamu di mana? Apa sedang di perjalanan?"
          "Aku telpon kamu ya?"
          "Salwa aku sudah 4 kali telpon kamu, tapi tidak ada jawaban."
           Kemudian berselang sekitar satu setengah jam,  dari pesan chat Gani sebelumnya kepada Salwa.
          "Salwa, jika kamu ingin pergi ke sini sebaiknya urungkan. Jika kamu sedang diperjalanan sebaiknya putar arah. Aku sekarang sedang berada di rumah temanku yang tak jauh dari lokasi."
          "Entah kenapa acara ini tak berjalan lancar. Untungnya aku hanya terluka ringan. Temanku juga beberapa diantaranya terluka, namun sudah tidak apa apa."
          "Besok pagi jika kamu ke lokasi ini, mungkin sudah ada garis polisi melintang."
           Kemudian Salwa dengan panik menelpon Gani untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Gani yang kemudian mengangkat telpon Salwa, mengabarkan kondisinya.
          "Iya,Salwa. Aku tidak apa apa. Hanya luka ringan kecil di lengan. Lecet sedikit. Aku sebentar lagi segera pulang ke rumah. Besok aku di kampus ada jam kosong. Kebetulan Dosen Kimia berhalangan hadir. Kamu juga kan, di jadwal kuliahmu ada jeda sekitar satu jam ya? Sudah dulu ya. Ponselku lowbat nih. Besok aku akan ceritakan apa yang terjadi." Ucap Gani dan seletah itu ponselnya mati.





Bersambung.....






Depok, 02/11/2016

0 Response to "Petaka(n) (Bagian 1)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel